Peran Ormas dalam Perumusan Kebijakan Publik

oleh: Dr. Ir. H. Shobar Wiganda, MAgrSc

Pendahuluan

Organisasi Kemasyarakatan (ORMAS) sebagai organisasi diakar rumput dan masyarakat pada umumnya  sering sekali menerima kebijakan pemerintah tanpa tahu alasannya dan seolah-olah suara mereka tidak didengar lagi oleh para pemerintah selaku pembuat kebijakan.

Seharusnya kebijakan pemerintahan yang berupa kebijakan publik harus berpihak pada kepentingan masyarakat. Permasalahan tersebut muncul karena ormas atau masyarakat pada umumnya tidak mempunyai akses yang cukup untuk mendengarkan, mempertimbangkan dan menyuarakan aspirasi mereka ketika formulasi sebuah kebijakan dibuat.

Padahal sesunguhnya cita-cita negara Republik Indonesia yang tertuang didalam alinea ke empat pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa :Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa…...

Berdasarkan pernyataan tersebut diatas, cita-cita berdirinya bangsa ini adalah memajukan kesejahteraan masyarakat.  Namun, kesejahteraan masyarakat tersebut tidak akan tercapai tanpa adanya kemauan yang tulus dari pemerintah untuk meningkatkan partisipsi masyarakat sejak perencanaan pembangunan itu sendiri.

Hak dan Kewajiban Ormas

Organisasi Kemasyarakatan (ORMAS) mempunyai hak dan kewajiban untuk mewujudkan partisipasi mayarakat di dalam proses perencanaan kebijakan yang dijamin oleh konstitusi. Apalagi kalau mengingat  era demokrasi dewasa ini proses partisipasi publik merupakan tolok ukur bagi pemerintah dalam pelaksanaan pemerintahan yang baik (Good Governance.  Kriteria kepemerintahan yang baik (Good Governance) adalah sebagai berikut :

(i) Partisipasi, menunjuk pada keikutsertaan seluruh warga negara dalam pengambilan keputusan;

(ii) Penegakan hukum atau peraturan, penegakan hukum harus diterapkan secara adil dan tegas.;

(iii) Transparansi, seluruh proses pemerintahan dapat diakses dengan publik;

(iv) Responsif, lembaga pemerintah harus selalu tanggap terhadap kepentingan public;

(v) Konsensus, Pemerintah harus dapat menjembatani perbedaan kepentinggan demi tercapainya konsensus antar kelompok.,

(vi) Keadilan, kesetaraan pelayanan bagi seluruh warga;

(vii) Efektifitas dan efisiensi, merujuk pada proses pemerintahan yang dapat mencapai tujuan dan menggunakan dana seoptimal mungkin;

(viii) Akuntabel, seluruh proses pemerintah harus dapat dipertanggungjawabkan visi strategis  pemerintah.

Berdasarkan delapan (8) kriteria good governance tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa partisipasi  dan transparansi publik merupakan elemen yang penting bagi pencapaian tujuan pembangunan dan demokratisasi nasional.

Maka peran ORMAS harus dapat membantu Pemerintah agar mampu melaksanakan berbagai  macam regulasi yang menjamin partisipasi masyarakat didalam pembangunan mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan sampai dengan pengawasan. Regulasi tersebut antara lain:

(i) Undang-undang No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum,

(ii) Undang-undang No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme; dan

(iii) Undang-Undang No 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Apabila kita cermati partisipasi masyarakat sampai saat ini hanya menjadi formalisme belaka, banyak input, keluhan, laporan dan lain sebagainya hanya bisa ditampung tanpa ada tindak lanjut. Oleh karena peran ormas perlu ditingkatkan dalam memberikan masukan kepada pemerintah agar ada proses aktualiasasi partisipasi  masyarakat di dalam proses perencanaan kebijakan publik.

Proses Perumusan Kebijakan Publik

Apabila kepentingan publik adalah sentral, makapemerintah selaku administrator publik (eksekutif)  harus profesional yang proaktif adalah mutlak, yaitu administrator yang selalu berusaha meningkatkan responbilitas obyektif dan subyektif terhadap aspirasi masyarakat didalam membuat kebijakan publik.

Selain itu didalam proses pembuatan kebijakan publik, administraror tidak boleh bersikap “hampa nilai” (value free) tetapi harus “sarat dengan nilai” (value laden). Hal tersebut dapat diartikan bahwa eksekutif dan legislatif harus lebih banyak memperhatikan kepentingan publik, sehingga pengertian “publik” dalam pengambilan kebijakan publik menjadi lebih bermakna. Oleh karena itu suatu kebijakan memuat tiga elemen yaitu:

(i) identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai,

(ii) taktik  atau strategi yang diarah untuk mencapai tujuan yang diinginkan;

(iii) penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada  kepentingan seluruh masyarakat.

Proses Perumusan Kebijakan Publik

Ada enam langkah dalam perumusan kebijakan publik ini, yaitu:

(1) Perumusan Masalah. Perumusan Kebijakan Publik itu harus dengan benar, hal ini kan sangat membantu di dalam menentukan sifat proses kebijakannya

(2) Penyusunan agenda pemerintah, dengan skala  prioritas.;

(3) Perumusan Usulan Kebijakan merupakan langkah yang ketiga dalam proses perumusan kebijakan publik yaitu perumusan usulan-usulan kebijakan publik (policy proposals);

(4) Pengesahan Kebijakan Public adalah suatu proses kolektif, pembuat keputusan bisa sekaligus berfungsi sebagai pengesahan  keputusan tersebut. Legitimasi (pengesahan) oleh seseorang atau badan yang berwenang menjadi kebijakan (policy decision) yang sah (legitimate);

(5) Pelaksanaan Kebijakan. Pemerintah bukan hanya dalam perumusan kebijakan publik saja, tetapi juga mempunyai tugas dan kewajiban dalam pelaksanaan kebijakan publik tersebut sehingga suatu kebijakan publik akan menjadi efektif bila dilaksanakan dan mempunyai dampak positif bagi anggota-anggota masyarakat;

(6) Penilaian Kebijakan publik. Penilaian kebijakan adalah merupakan langkah terakhir dari suatu proses kebijakan. Penilaian kebijakan dapat dilakukan pada fase perumusan masalah; formulasi usulan kebijakan; implementasi; legitimasi kebijakan dan seterusnya.

Kesimpulan

Peran Organisasi Kemasyarakatan beserta masyarakat lainnya dalam pengambilan kebutuhan kebijakan publik perlu terus ditingkatkan dan sesungguhnya sudah direspon oleh pemerintah melalui serangkaian regulasi yang menjamin peran serta aktif masyarakat antara lain diluncurkannya UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional memberikan landasan bagi peran serta atau partisipasi aktif masyarakat di dalam perencanaan pembangunan nasional.

Namun, di dalam implementasinya kebijakan tersebut dilapangan ditemukan banyak kendala baik yang berasal dari masyarakat,  partai politik,  pemerintah maupun sistem perencanaan pembangunan itu sendiri. Oleh peningkatan peranan Organisasi Kemasyarakatan (ORMAS) untuk memperkuat aktualiasi peran serta masyarakat di dalam perencanaan pembangunan harus terus digalakan dan diperbaiki secara komprehensif.

Leave a comment